"Wahai orang-orang yang beriman!Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu-Muhammad:7"

Rabu, 23 November 2016

Tentang Taqdir yang Mendahului

"Oh baik. Aku paham. Ini tentang hati yang terperangkap, takdir yang mendahului, serta proses dalam penantian dari setiap munajat yang diangkat ke langit"

Selalu saja persoalan hati tidak semudah yang dipahami. Adakalanya ia begitu kuat menghadapi apa yang dilewati, ada kalanya ia melemah bahkan menyerah terhadap keadaan diluar kendalinya. Tentu menyerah bukan satu satunya pilihan terbaik dari segala pilihan yang dihadapkan. Tapi tentu pula memahami maksud semua yang ditakdirkan adalah juga sebuah kepayahan, dan tak semuanya mampu kita mengerti dengan utuh, bukan?

Kali ini, atau dari beberapa waktu yang lalu lamanya tidak ingin benar benar menguras energi dan pikiran tentang apa apa yang tak selayaknya dipikirkan. Tapi harus bagaimana, toh setiap hari yang dilewati juga adalah takdir yang sedang kita perjuangkan, bukan?

Atas segala daya dan tenaga, barangkali ada  yang memilih diam dan tak berupaya apa apa. Ada pula yang gigih dalam mengupayakan segala cara dan rupa. Posisi mu, ada dimana?  Apa masih merasakan kebingungan yang kian memayahkan, atau begitu mudah dalam memahami keadaan dan mengambil sikap atas setiap yang dilewati?

Lagi lagi, saya masih terkagum kagum atas kuatnya hatimu, wahai ukhti. Sekuatnya aku ingin pula begitu. Menyimpan harap dalam do’a, diam diam membiarkan Tuhan menghapus segala apa yang tak layak untuk dipendam. Dengan begini, setidaknya kita masih mempertahan kan “nama baik” dihadapan manusia.

Namun, semulianya wanita, bukankah dia juga berhak untuk jatuh cinta dengan fitrahnya? Membiarkan hatinya mendayu syahdu, menghembuskan nama”nya” atas nama cinta yang harus diperjuangkan. 

“Ah tidak, Shalihah. Kusisipkan namanya lebih dari tujuh tahun dalam do’a. Aku hanya sedang memberi ruang pada takdir untuk memilihkan yang terbaik dalam penerimaanku. Kalaupun harus mundur, aku tak ingin menjadi yang pertama. Tapi memilih memperjuangkan, juga bukan yang terbaik. Setidaknya untuk saat ini”

Oh baik. Aku paham. Ini tentang hati yang terperangkap, takdir yang mendahului, serta proses dalam penantian dari setiap munajat yang diangkat ke langit. 


***
Akan ku pahami satu per satu.

1        1.  Hatimu Menjadi Penentu

Bukankah seringkali kita mendengar tentang hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berbunyi , “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu hari ini, apa yang menguasai hatimu, ukhti? Jika hasil yang baik adalah dari hati yang baik, maka tentu menjadi sebuah catatan bagi kita untuk mengakrabkan hati dengan kebaikan pula. Hatimu menjadi penentu, disaat semua menjadi tak beraturan. Hatimu menjadi penunjuk arah, ketika jasad justeru sedang kebingungan mengambil langkah dan sikap atas keadaan.

Karenanya mari pahami dan lakukan apa yang dilantuntkan oleh Opik dalam menjaga dan mengobati hati yang tak sehat, diantaranya: Membaca Qur’an dan maknanya, Sholat Malam dirikanlah, Berkumpullah Dengan Orang Sholeh, Perbanyaklah Berpuasa, Dzikir Malam Perpanjanglah. Ini menurut Opik, kalaupun kita mau menambahkan silahkan, misalnya menghadiri majelis majelis ilmu, memperbanyak shadaqah, puasa sunnah, dan lain sebagainya. Oh ya, saling mendo’akan juga

2.      Tantang Taqdir yang melewati batas suka dan tak suka

Aa Gym, dalam salah satu materi tausiyahnya menyampaikan, bahwa kunci untuk mudah dalam menjalani hidup ini, salah satunya, adalah siap menerima apa yang kita suka dan tak suka. Persoalan taqdir tentu bukan kaplingnya kita. Manusia, as a human hanya diminta untuk ikhtiar dan berdo’a. Selebihnya, serahkan kepada Allah. Jika tawakkal telah paripurna, bisa jadi kita akan lebih mudah dan siap dalam menerima apa yang tidak kita suka. Ini mudah? Tentu saja tidak. Butuh latihan terus menerus. Butuh do’a yang dilipat gandakan. Butuh upaya dalam memahami. Semoga Allah mudahkan kita dalam mempersiapkan diri, untuk menerima apa yang kita suka, maupun tidak, ya Shalihah. Karena sampai detik ini pun aku masih belajar, tentang bagaimana sikap dalam penerimaan dan kerelaan atas takdir yang menghampiri.

3.      Penantian terhadap do’a yang dilangitkan

Proses pegabulan do’a ada tahapannya. Mulai dari tata cara hingga jawaban yang begitu elegan akan kita dapatkan jika kita memahami bahwa tidak semua do’a Allah kabulkan sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Aktifitas berdo’a itu sendiri adalah ibadah, sekaligus bahagian dari ikhtiar. Persoalan dikabulkan atau tidaknya biarlah menjadi urusan Allah. Sedangkan aktifitasnya kita tetap ternilai ibadah. Masya Allah. Allah hadirkan bagi kita cara sekaligus jawaban. Bisa jadi do’a do’a yang kita panjatkan Allah kabulkan diwaktu yang kita “tentukan”, bisa pula ia berupa penggantian dan pengalihan atas taqdir yang lainnya, atau bisa juga Allah simpan, tidak dikabulkan sama sekali selama didunia tetapi nanti, kelak diakhirat Allah berikan dan tunjukkan kita pahala sebesar gunung yang merupakan do’a do’a kita yang tertunda. Masya Allah. Masya Allah. Masya Allah

Cerita tentang do’a memang tidak pernah ada habisnya, bahwa Allah selalu punya cara terindah dalam mengganti dan menjawab segala do’a yang kita langit-kan.

***
Selamat menanti jawaban, atas segala pinta yang dihaturkan:)